Disebuah kamar berukuran 2x2 meter, di dindingnya yang
berwarna biru muda tertempel poster minion.
Dua orang gadis sedang berbicara. Bella dan Linda nama mereka. Gadis cantik
berambut pendek lurus bertanya pada temannya.
“Bel, kamu suka sama Kak Billy?” Tanya Linda pada
temannya yang berambut ikal panjang dan menawan.
“Ya enggaklah, aku cuma kagum aja sama Kak Billy,” elak
Bella.
“Serius nih....,” Linda menatap wajah temannya, “Kalo aku
ngomongin tentang Kak Billy kamu selalu menghidar. Nah loh, wajahmu kok jadi
merah.”
“Ah, itu cuma perasaan kamu aja...” Bela memalingkan
wajahnya. “Lagian sekarang udah hampir
tengah malem. Kamu tidur sana!” Kata Bella sambil menguap dan mengambil
bantalnya.
“Kamu ngusir aku, nih... Tapi aku bakal terus tiduran di
sini sampe kamu ngaku kalo...”
“Ngaku apa sih? Aku gak ngerti,” Bella memotong perkataan
Linda lalu menjatuhkan dirinya di tempat tidur single dan tiduran di sebelah Linda.
“Aku bakal terus tiduran di sini sampe kamu ngaku kalo
kamu suka sama Kak Billy,”
“Aku kan dah bilang kalo aku cuma kagum sama Kak Billy,
gak lebih dari...”
“Gak lebih dari apa?” Tanya Linda
Bella tidak menjawab pertanyaan Linda. Dia sendiripun
sebenarnya tak mengerti perasaannya kepada Kak Billy. Dia selalu berdebar-debar
dan salah tingkah bila berada dekat Billy. Beberapa hari terakhir ini,
pikirannya dipenuhi dengan Billy. Dan Linda selalu bisa menebak apa yang sedang
dia rasakan sehingga dia tak bisa berbohong pada Linda.
“Kamu suka sama Kak Billy. Kamu udah gak bisa nyembunyiin
itu. Kamu akhir-akhir ini selalu cari tau tentang Kak Billy dan kalo Kak Billy
ikut kegiatan apa, kamu juga ikut.” Linda terus berbicara tanpa mempedulikan
teman kosnya yang berusaha menyembunyikan wajahnya di balik bantal.
“Bel, ungkapin aja perasaannmu ke Kak Billy,” kata Linda
sambil menatap langit-langit kamar.
Bella menyingkirkan bantal dari wajahnya lalu menoleh
pada temannya. “Aku malu, Lin. Huammm.. Udah ah, aku ngantuk, aku mau tidur.”
*
Pagi-pagi
Bella sudah ada di kampus. Kampus mungil yang terletak di selatan kaki Gunung
Slamet itu terlihat asri dan sejuk. Bella berjalan menuju ke taman kampus dan
duduk di salah satu gazebo dan duduk di sana menunggu kuliah dimulai.
Dia
membuka tasnya dan mengeluarkan tempat makan yang telah dipersiapkannya. Dia
rela bangun pagi demi menyiapkan seporsi sarapan lengkap untuk seseorang yang
selama ini mengisi relung hatinya.
‘semoga
dia suka.’ Bella berdoa dalam hati.
“Pagi!” sapa seorang pemuda padanya.
“Pagi!”
Bella mendongak melihat siapa yang menyapanya.
Deg!!!
Ternyata Billy, kakak kelasnya sekaligus Ketua Himpunan
Mahasiswa di jurusannya. Billy duduk dihadapan Bella.
“Kamu kuliah pagi?”
“Iya, kak.”
Billy mengambil hpnya dan memainkannya. Bella masih
memegang tempat makan itu. Dia bingung bagaimana cara memberikannya pada Billy.
‘duh, masa aku harus ngungkapin duluan,’ kata Bella dalam
hati.
“Kamu ikut piknik ke Pantai Menganti?”
“Eh... A..Apa, kak?” Bella tersentak. Bella begitu asik
dengan pikirannya sendiri hingga dia tidak mendengar pertanyaan Billy.
“Itu... Soal piknik ke Menganti, kamu ikut?”
Selama ini Billy tidak pernah mengajaknya pergi secara
pribadi. Billy selalu mengajaknya berkaitan dengan kegiatan kampus. Billy juga
sering membuat acara piknik bersama anggotanya. Asalkan bukan ke pantai, Bella
pasti ikut.
“hmmm... kayaknya aku gak ikut deh, Kak.”
“Loh, biasanya kamu selalu pengin ikut kalo aku ngadain
acara piknik,”
“Kali ini gak, kak. Aku ada urusan.”
“Kamu gak makan bekalnya?” Tanya Billy ketika melihat tempat
makan yang dipegang Bella.
“Eh, oh iya, Kak. Tadi pagi aku masak. Kakak mau coba?”
Bella membuka tempat makannya dan menunjukkannya pada
Billy.
“Wah, keliatannya enak nih,” kata Billy sambil melirik kotak makan yang
berisi nasi goreng lengkap dengan telor ceplok.
Bella melihat ke ruang kelas di seberang gazebo lalu
memberikan tempat makan itu pada Billy. “Ini, nasi gorengnya buat kakak. Aku
masuk kelas dulu.”
“Bel, kamu gak makan nasinya?”
“Aku udah sarapan, Kak.” Bella bangkit dan berjalan menuju
kelasnya.
Billy
bergantian memadangi kepergian Bella dan kotak makan yang ada di tangannya.
Billy bingung dengan sikap Bella akhir-akhir ini yang begitu perhatian padanya.
Apakah gadis itu memiliki perasaan padanya.
*
Sudah
satu jam Bella membolak-balik diktat kuliahnya tanpa berminat membacanya. Pikirannya
dipenuhi oleh bayang-banyang Billy. Bella menggaruk kepalanya karena dia harus
mempersiapkan diri untuk menghadapi kuis esok.
‘kamu
harus konsen belajar. Jangan pikirin Kak Billy terus,’ kata Bella dalam hati.
Dia
mencoba membuka diktat kuliahnya lagi dan mulai membacanya akan tetapi tak lama
kemudian dia menutup buku itu. Dia bangkit dari kursinya. Saat dia bangkit,
tiba-tiba kepalanya terasa sakit. Sakit kepala yang dideritanya akibat benturan
dengan benda keras saat bencana tsunami masih kerap dia rasakan. Dia segera
menuju ranjangnya dan tidur.
*
Saat itu Bella masih berusia 4
tahun dan dia masih belum tahu apa-apa. Bella kecil diajak bertamasya oleh
Bibinya ke Pantai Pangandaran.Dia begitu asik bermain dengan Bibinya hingga
peristiwa alam itu terjadi.
Gempa besar berkekuatan 8 SR
mengguncang Pantai Pangandaran dan sekitarnya. Gempa itu cukup lama.
Orang-orang belum sempat menyelamatkan diri ketika gempa susulan disertai ombak
besar datang menyapu pantai dan daerah yang berada di sekitar pantai.
Bella yang ikut terseret dalam arus
ombak besar itu terus memegangi tangan bibinya hingga pegangan tangannya itu
terlepas. Gadis itu pun terpisah dari bibinya dan dia terbentur oleh suatu
benda keras.
Tubuh Bella kecil ditemukan
beberapa jam setelah kejadian itu. Dia segera dilarikan ke rumah sakit di
Bandung karena lukanya sangat parah. Karena benturan keras di kepalanya, Bella
koma selama berbulan-bulan. Saat dia sadar, dia terus memanggil orang tuanya.
Namun, karena Bella masih kecil, dia tidak bisa menyebutkan nama orang tuanya.
Dia hanya memanggil “Ayah.... Ibu.... Kak Yoga....” tanpa tahu nama keluarganya
yang sebenarnya.
*
Bella terbangun karena mimpi yang baru saja dia alami.
Mimpi akan bencana tsunami yang pernah dia alami. Dia masih trauma dengan
kejadian itu. Itulah sebabnya dia menolak ajakan Billy untuk pergi ke Pantai.
Kini Bella diasuh oleh orang tua angkatnya. Setelah Bella
dinyatakan sehat oleh tim medis, Bella dititipkan di panti asuhan hingga ada
keluarga yang mengadopsinya.
Hingga saat ini, dia masih sering berpikir, ‘Apakah
keluargaku kandungku masih hidup? ‘ atau ‘Apakah orangtuaku tidak mencariku
saat bencana itu terjadi?’ atau ‘Bagaimana nasib bibinya?’. Tapi dia bersyukur
karena dia masih diberi kesempatan untuk hidup. Orang tua angkatnya telah
mengurusnya dengan baik.
Dia melirik jam dinding. Masih jam 8. Dia memutuskan
untuk berjalan-jalan malam. Dia berjalan-jalan tanpa arah tujuan. Dia terus
berjalan hingga kakinya terhenti di depan kos-kosan cowok.
*
“Penelitian.... ini... disajikan... dengan.... metode...
kualitatif.......”
Billy mengetik sambil mengeja kata-kata dalam skripsinya
ketika hpnya berbunyi.
“Halo... Kenapa, Bel?”
“Kakak bisa turun sekarang?”
“Ada apa ya, Bel?”
“Udah, kakak turun aja sekarang...”
Billy menuruti permintaan Bella untuk turun dari kamar
kosnya dan mendapati Bella sedang duduk di ruangan khusus untuk menerima tamu.
Bella langsung bangkit ketika Billy datang. Billy agak
bingung melihat gadis itu karena dia tidak seperti biasanya. Gadis dihadapannya
itu terlihat bingung dan berantakan. Walaupun begitu, dia masih terlihat
cantik.
“Kak, aku bilang sesuatu,” kata Bella
“Ya udah, bilang aja. Tapi kamu duduk dulu ya,” kata
Billy sambil membimbing adik kelasnya duduk di kursi kayu lalu dia sendiri
duduk di hadapannya.
Bella melihat cowok dihadapannya dan menarik napas
dalam-dalam.
“Kak, a-a-a-aku... a-a-ku...” Bella terbata-bata
mengungkapkan perasannya.
“Kamu kenapa Bella?” Tanya Billy.
Billy memperhatikan Bella. Rasanya lucu melihat Bella
seperti itu. Billy jadi penasaran, apa yang akan dikatakan Bella.
Bella memutuskan lebih baik dia tidak mengungkapkan
perasaannya. Dia bangkit.
“Kak, kayaknya aku pulang aja.”
Bella ingin keluar dari ruangan itu tapi Billy memegangi
lengannya. Billy menahan Bella pergi karena dia penasaran apa sebenarnya yang
ingin dikatakan gadis ikal itu.
“Kamu mau bicara apa? Bicarain aja biar kamu lega,”
“Kak, aku... a-aku suka sama Kak Billy.”
Akhirnya
pengakuan itu keluar dari mulut Bella. Setelah mengucapkan itu, Bella
melepaskan tangan Billy dan berlari keluar. Dia lega sekaligus malu.
Billy
kaget mendengar pengakuan Bella. Dia cukup lama untuk menyadari bahwa Bella
sudah tidak ada di ruangan itu.
“Bel...
Bella,” panggil Billy.
Billy
keluar dan mengejar Bella.
Bella
bisa mendengar panggilan Billy. Dia terus berlari. Namun dia bukan pelari yang
baik. Sebentar saja Billy sudah dapat menangkap tangannya. Billy memegang
pundak Bella dan menatap Bella.
“Bel,
selama ini aku dah nganggep kamu kaya adik aku sendiri. Tapi gak ada salahnya
kalo kita pacaran,”
“Kak
Billy nerima aku...” kata Bella tidak percaya.
“Iya,
Bel.” Billy menggenggam tangan Bella.
*
Pag-pagi,
Bella dan Linda sudah berjalan di lorong rumah sakit. Satu per satu nomor di
pintu kamar mereka lihat hingga mereka menemukan nomor kamar yang mereka cari.
Mereka membuka pintu dan seorang Billy terbaring di sana. Kakinya dibalut gips.
Bella
menaruh parsel buah di meja dan duduk di samping ranjang Billy serta Linda
duduk di ujung tempat tidur.
“Ini
gara-gara aku, Kak Billy jadi kaya gini,”
“Ini
bukan salah kamu, ini gara-gara semalem aku naik motornya meleng,”
“Begitu
denger Kak Billy kecelakaan, Bella langsung panik,” sambung Linda, “oh ya Bella
udah cerita. Kalian udah pacaran ya?”
“Iya,
semalem Bella yang nembak.” Billy melirik nakal kepada Bella. Bella hanya
tersenyum malu dilirik seperti itu.
“Oh
ya, temen-temen yang lain ngebatalin acara piknik ke pantai hari sabtu besok
begitu denger kalo Kak Billy kecelakaan,” kata Linda.
Billy
baru akan membuka mulutnya ketika seorang wanita berusia setengah abad masuk ke
kamarnya.
“Loh,
ada teman-temannya Yoga.”
Bella
dan Linda menyalami Ibu Billy. Samar-samar Bella mengingat wajah itu. Bella
terus mengamati wajah wanita itu.
“Loh,
Kak Billy dipanggil Yoga di rumah ya,” celetuk Linda.
“Iya.
Nama aku Yoga Billy Firmanda. Kalo di rumah dipanggil Yoga, tapi temen-temen
lebih suka panggil Billy...”
“Kak
Yoga...” Tiba-tiba Bella memanggil nama kakaknya itu.
Bella
masih menatap wanita itu hingga Ibu Billy heran.
“Kamu
kenapa, nak?” Tanya Ibu Billy kepada Bella.
“Ibu...”
tiba-tiba Bella menangis dan memeluk Ibu Billy. Walaupun saat itu Bella masih
kecil, tapi Bella tidak pernah lupa dengan wajah itu.
“Nak...”
“Ibu,
ini Bella. Bella selamat dari bencana tsunami itu...” kata Bella disela
tangisnya.
“Nak,
jadi kamu masih hidup.” Ibunya mengelus kepala anaknya itu.
Pertemuan
ibu dan anak itu terasa sangat mengharukan. Selama 16 tahun Bella selalu
bertanya-tanya tentang keluarganya. Billy dan Linda bingung dan kaget melihat peristiwa
yang baru saja terjadi di depan mereka.
Bella
melepaskan pelukannya dan menatap Billy. Bella berjalan mendekati Billy.
“Berarti Kak Billy itu Kak Yoga, kakak kandungku,” Bella masih menangis sedih
karena cowok yang dia cintai adalah kakaknya sendiri.
SELESAI